Bahasa pemrograman, atau sering diistilahkan juga dengan bahasa komputer atau bahasa
pemrograman komputer, adalah instruksi standar untuk memerintahkomputer. Bahasa
pemrograman ini merupakan suatu himpunan dari aturan sintaks dan semantik yang dipakai
untuk mendefinisikan program komputer. Bahasa ini memungkinkan seorang programmer dapat
menentukan secara persis data mana yang akan diolah oleh komputer, bagaimana data ini akan
disimpan/diteruskan, dan jenis langkah apa secara persis yang akan diambil dalam berbagai
Menurut tingkat kedekatannya dengan mesin komputer, bahasa pemrograman terdiri dari:
1. Bahasa Mesin, yaitu memberikan perintah kepada komputer dengan memakai kode
bahasa biner, contohnya 01100101100110
2. Bahasa Tingkat Rendah, atau dikenal dengan istilah bahasa rakitan
(bah.Inggris Assembly), yaitu memberikan perintah kepada komputer dengan memakai
kode-kode singkat (kode mnemonic), contohnya [kode_mesin|MOV], SUB, CMP, JMP,
JGE, JL, LOOP, dsb.
3. Bahasa Tingkat Menengah, yaitu bahasa komputer yang memakai campuran instruksi
dalam kata-kata bahasa manusia (lihat contoh Bahasa Tingkat Tinggi di bawah) dan
instruksi yang bersifat simbolik, contohnya {, }, ?, <<, >>, &&, ||, dsb.
4. Bahasa Tingkat Tinggi, yaitu bahasa komputer yang memakai instruksi
berasal dari unsur kata-kata bahasa manusia, contohnya begin, end, if, for,
while, and, or, dsb. Komputer dapat mengerti bahasa manusia itu diperlukan
program compiler atau interpreter.
Sebagian besar bahasa pemrograman digolongkan sebagai Bahasa Tingkat Tinggi, hanya
bahasa C yang digolongkan sebagai Bahasa Tingkat Menengah dan Assembly yang merupakan
Bahasa Tingkat Rendah.
Tingkatan Bahasa Pemrograman
Bahasa Tingkat Tinggi
Bahasa pemrograman masuk tingkat ini karena bahasa tersebut mendekati bahasa manusia.
Contohnya bahasa Basic,
Senin, 27 Oktober 2014
Minggu, 26 Oktober 2014
KONFLIK,DAN PENYELESAIAN KONFLIK
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak
lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Tidak satu masyarakat pun yang tidak
pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu
sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang
dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut
diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat
istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri
individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam
setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang
tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu
sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan
sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan
integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Definisi konflik
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan
Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku
dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan,
kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara
berterusan.
2. Menurut Gibson, et al (1997: 437),
hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat
pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen
organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja
sama satu sama lain.
3. Menurut Robbin (1996), keberadaan
konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika
mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum
konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan
bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi
kenyataan.
4. Dipandang sebagai perilaku, konflik
merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual,
interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik
ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan
stres.
5. Menurut Minnery (1985), Konflik
organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain
berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
6. Konflik dalam organisasi sering
terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan
respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak
lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
7. Konflik merupakan ekspresi
pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain
karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya
perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami
(Pace & Faules, 1994:249).
8. Konflik dapat dirasakan, diketahui,
diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
9. Konflik senantisa berpusat pada
beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber
yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang
terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
10. Interaksi yang disebut komunikasi
antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan
konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)
Konflik Menurut Robbin
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi
disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik
dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan
kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini
dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
1. Pandangan tradisional (The
Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk,
sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan
dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan
suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan,
keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap
terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2. Pandangan hubungan manusia (The
Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai
suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik
dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok
atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota.
Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna
mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus
dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam
tubuh kelompok atau organisasi.
3. Pandangan interaksionis (The
Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau
organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang
kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak
aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik
perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap
anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
Konflik Menurut Stoner dan Freeman
Stoner dan Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi
dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view) dan pandangan modern
(Current View):
1. Pandangan tradisional. Pandangan
tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan
konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang
optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus
dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang
dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak
manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
2. Pandangan modern. Konflik tidak
dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur
organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik
dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi
konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga
tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.
Konflik Menurut Myers
Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan
Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan
kontemporer (Myers, 1993:234)
1. Dalam pandangan tradisional, konflik
dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat
menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya
suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan
kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan
kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap
emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan
konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional,
konflik haruslah dihindari.
2. Pandangan kontemporer mengenai
konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak
dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang
menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana
menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan
merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di
dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan
harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut,
misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
Konflik Menurut Peneliti Lainnya
Konflik
terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan
apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan
dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua
konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi
adalah suatu proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu
secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti
ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi
juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan,
yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik
tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua
pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’
antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang
mengandung amarah.
1. Konflik tidak selamanya berkonotasi
buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan,
1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran
dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya
membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik
adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa
bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali di
masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila
sewaktu – waktu terjadi kembali.
Teori-teori konflik
Ada tiga teori konflik yang menonjol dalam ilmu
sosial. Pertama adalah teori konflik C. Gerrtz, yaitu tentang primodialisme,
kedua adalah teori konflik Karl. Marx, yaitu tentang pertentangan kelas, dan
ketiga adalah teori konflik James Scott, yaitu tentang Patron Klien.
penyebab konflik
Perbedaan
individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang
memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya.
Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata
ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani
hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya,
ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap
warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi
ada pula yang merasa terhibur.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan
pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang
berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat
memicu konflik.
·
Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar
belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam
waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan
yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi
untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan
dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan
budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan
tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang
bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan
kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan.
Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga
harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara
satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial
di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut
bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok
atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh
dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya.
Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan
pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta
volume usaha mereka.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi,
tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan
tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat
pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan
konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya
bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu
seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah
yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser
menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah
menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung
tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan
istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara
cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di
masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan
karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Jenis-jenis konflik
·
Konflik
antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam
keluarga atau profesi (konflik peran (role))
·
Konflik
antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
·
Konflik
kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
·
Konflik
antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
·
Konflik
antar atau tidak antar agama
·
Konflik
antar politik.
·
konflik
individu dengan kelompok
Akibat konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai
berikut :
·
meningkatkan
solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik
dengan kelompok lain.
·
keretakan
hubungan antar kelompok yang bertikai.
·
perubahan
kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga
dll.
·
kerusakan
harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
·
dominasi
bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak
yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema
dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap
hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai
berikut:
·
Pengertian
yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk
mencari jalan keluar yang terbaik.
·
Pengertian
yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk
"memenangkan" konflik.
·
Pengertian
yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang
memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
·
Tiada
pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk
menghindari konflik.
Contoh konflik
·
Konflik Timur Tengah merupakan contoh konflik yang tidak terkontrol, sehingga timbul kekerasan. hal ini dapat dilihat dalam
konflik Israel dan Palestina.
·
Banyak konflik
yang terjadi karena perbedaan ras dan etnis. Ini termasuk konflik Bosnia-Kroasia (lihat Kosovo), konflik di Rwanda, dan konflik di Kazakhstan.
Cara-cara Pemecahan konflik
Usaha manusia untuk meredakan pertikaian atau
konflik dalam mencapai kestabilan dinamakan “akomodasi”. Pihak-pihak yang
berkonflik kemudian saling menyesuaikan diri pada keadaan tersebut dengan cara
bekerja sama. Bentuk-bentuk akomodasi :
1. Gencatan senjata, yaitu penangguhan
permusuhan untuk jangka waktu tertentu, guna melakukan suatu pekerjaan tertentu
yang tidak boleh diganggu. Misalnya : untuk melakukan perawatan bagi yang
luka-luka, mengubur yang tewas, atau mengadakan perundingan perdamaian, merayakan
hari suci keagamaan, dan lain-lain.
2. Abitrasi, yaitu suatu perselisihan yang langsung
dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan keputusan dan diterima serta
ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan
berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika
pihak ketiga tidak bisa dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.
3. Mediasi, yaitu penghentian
pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat.
Contoh : PBB membantu
menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.
4. Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan
pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai persetujuan bersama.
Misalnya : Panitia tetap penyelesaikan
perburuhan yang dibentuk Departemeapai kestabilan n Tenaga
Kerja.
Bertugas menyelesaikan persoalan upah, jam kerja, kesejahteraan buruh,
hari-hari libur, dan lain-lain.
5. Stalemate, yaitu keadaan ketika kedua belah pihak yang
bertentangan memiliki kekuatan yang seimbang, lalu berhenti pada suatu titik
tidak saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua belah pihak tidak
mungkin lagi untuk maju atau mundur. Sebagai contoh : adu senjata antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pada masa Perang dingin.
Adapun cara-cara yang lain untuk memecahkan
konflik adalah :
1. Elimination, yaitu pengunduran diri salah satu pihak
yang terlibat di dalam konflik, yang diungkapkan dengan ucapan antara
lain : kami mengalah, kami keluar, dan sebagainya.
2. Subjugation atau domination, yaitu orang atau pihak yang mempunyai
kekuatan terbesar untuk dapat memaksa orang atau pihak lain menaatinya. Sudah
barang tentu cara ini bukan suatu cara pemecahan yang memuaskan bagi
pihak-pihak yang terlibat.
3. Majority rule, yaitu suara
terbanyak yang ditentukan melalui voting untuk mengambil keputusan tanpa
mempertimbangkan argumentasi.
4. Minority consent, yaitu kemenangan kelompok mayoritas yang diterima dengan
senang hati oleh kelompok minoritas. Kelompok minoritas sama sekali tidak
merasa dikalahkan dan sepakat untuk melakukan kerja sama dengan kelompok mayoritas.
6. Integrasi, yaitu mendiskusikan, menelaah, dan
mempertimbangkan kembali pendapat-pendapat sampai diperoleh suatu keputusan
yang memaksa semua pihak.
http://id.wikipedia.org/wiki/Penyelesaian_konflik
Langganan:
Postingan (Atom)